MAWAR HITAM
Karya cerpen yang di Adaptasi dari lagu yang berjudul Irama Cinta oleh Elok Soraya.
Oleh : Rillist Rimba
Rani
Angin
malam menerpa wajahku. Hawa dingin menusuk kulitku. Beribu bintang di langit
beserta rembulan menemaniku dalam kesendirian. Kesendirian yang selalu
membisikkan kenangan masa lalu. Yang ingin membunuhku secara perlahan dengan
sedikit demi sedikit menyayat hatiku. Ingin kutumpahkan dalam tangisan, namun
air mata tak lagi dapat melakukannya. Ingin sekali kuberteriak namun kutahu tak
ada pengaruhnya. Hingga satu gambaran ingatan muncul dalam pikiran.
*****
“Ah,
gimana nih? Aku belum menemukan regu sedangkan yang lain sudah. Aku sendirian
lagi. Itu ada satu regu yang belum keiisi.” Ucapku ketika menemukan regu yang
belum ada pembimbingnya. Yah, namaku Putri Rahmawati. Aku adalah seorang
anggota Dewan Penggalang di sekolahku. Dan sore ini, kami para anggota Dewan
Penggalang, mendapat tugas membimbing adek kelas kami yang melakukan percobaan
teknik penjernihan air.
“Dek,
ini belum ada kakak DEGA yang membimbing?” tanyaku pada regu cowok yang tadi
kulihat.
“Belum
kak.” Jawab mereka serempak.
“Yaudah.
Kakak bantuin.”
Sebelum
itu aku mengecek perlengkapan yang harus mereka bawa agar dapat melakukan
percobaan. Ada satu barang yang mereka tidak membawanya.
“Loh
dek, keramiknya mana”
“Ini
kak” kata salah satu anggota regu sambil menyodorkan satu kantong kerikil.
“Ini
kan kerikil bukan keramik. Kalau pecahan atap ada nggak?”
“Nggak
ada kak. Itu kak, di kelas ada keramik yang pecah. Hey… ambilkan keramik kelas
yang pecah.”
Anak
yang disuruh temannya itu datang membawa satu keramik ukuran 30x30 yang hanya
pecah kecil di bagian pojok kanannya. Aku terbelalak melihatnya.
“Hey…
ya jangan keramik kelas juga yang dipake. Kak Ana, ini bawa keramik kelas kak
mau dipake buat praktek” laporku pada salah satu Pembina.
Lalu
Kak Ana menyuruh mereka mengembalikan keramik itu. Dan aku hanya tertawa
melihat kejadian lucu yang baru saja terjadi. Akhirnya mereka mengambil sisa
genteng yang kebetulan sekolahku ada renovasi. Ku suruh mereka memecahnya jadi
lebih kecil. Namun salah satu teman cowok seangkatanku membantu mereka
memecahkannya.
Beberapa
dari mereka ku suruh mencucinya. Setelah lama mereka tak kunjung datang. Aku
menyuruh salah satu dari mereka menjemput dua orang temannya tadi. Dia kembali.
“Mana
temanmu?”
“Masih
nyuci kak”
“Nyuci
dimana”
“Di
toilet cewek kak.” Dengan serempak aku dan yang lain tertawa mendengar
jawabannya.
Kami
sudah setengah menyusunnya. Tiba-tiba salah satu dari mereka bertanya kepadaku.
“Kak,
kakak namanya siapa?”
“Pokoknya
namanya pake tri gitu” jawab temannya yang melihat badge namaku.
“Aril
kali..” kata anak yang nanya tadi.
“Apa
itu Aril?” Tanya temannya.
“Anak
Ilang. Hahahahaha” jawabnya yang diikuti suara tawanya juga teman-temannya. Aku
hanya bisa mengerucutkan bibirku.
*****
Aku
tersenyum simpul mengingat kejadian awal pertama kami bertemu. Sejak itu dia
menyapaku ketika bertemu. Dan kami pulang bersama. Dan dari awal aku merasakan
ada yang berbeda darinya dibandingkan anak lain.
*****
“Ngapain liat ke belakang terus?”
kataku memergokinya yang sedari tadi melihat ke belakang.
“Enggak kok”
“Bilang aja mau liat aku”
“GR”
“Ya kamu itu”
“Bukan. Kamu itu”
“Kamu itu”
“Sudah Fit, inikan lomba. Nanti kamu
ganggu pesertanya” Lerai Dini teman panitia.
“Lah iya ganggu saja” sahutnya
tiba-tiba.
Aku membaca karyanya sebelum ku
kumpulkan bersama karya kelas-kelas lain. Tulisannya yang kayak cakar ayam
sulit dibaca namun isinya mengagumkan. Inilah yang kumaksudkan beda dari yang
lain. Dia seorang yang pandai.
*****
“Kamu cemburu?” Tanya dia.
“Nggak buat apa aku cemburu.”
Padahal dalam hati ngedumel jelas cemburu lah siapa coba yang nggak cemburu
lihat orang yang disayang deket sama cewek lain.
“Bilang aja kalo cemburu. Aku selalu
ada untukmu kok.” Mulai lah jurusnya.
“Gombal.”
*****
”Bilang aja kalo kamu suka aku”
“Enggak siapa bilang aku suka kamu?”
aku mencoba menghindar.
“Kan kamu dulu yang bilang jangan
mainin perasaan. Padahal aku nggak pernah suka sama kamu sama sekali.” Oh
Tuhan, ini benar-benar menyakitkan.
“Enggak, aku nggak pernah suka kamu.
Kalo nggak suka chat sama aku yahh
nggak usah chat lagi. Aku dulu juga
udah pernah bilangkan. Mulai sekarang nggak usah chat aku lagi.” Itu pesan terakhir yang ku kirimkan padanya.
“Ada yang ngambek”
“Sayang, besok pulang jam berapa?”
“Gitu aja ngambek.”
Dan masih banyak lagi pesan darinya
yang tidak satupun kubalas. Hingga terakhir kali kami bertemu kami bercanda
meski udah nggak chat lagi. Dan satu
hari setelah pertemuan kami yang terakhir dia memblokir akun social media-ku.
Sebutir air mata
jatuh di pipiku. Yang semakin lama membasahi seluruh wajahku. Bintang yang
tadinya bertebaran. Seolah tau perasaanku, hingga sekarang cahayanya pudar
secara perlahan. Slide-slide ingatan di otakku seperti sebuah film yang terus
diputar tanpa jeda sedikitpun. Dan ditambah dengan perkataan Reni tadi siang
waktu di sekolah.
*****
“Fitri, kamu tau nggak?”
“Apa?” tanyaku tak bersemangat.
“Netta pacaran sama Bara. Tadi dia
minjemin hpnya ke aku. Dia nunjukkin pas Bara ngejelek-jelekin kamu”
Sontak saja aku terkejut. Dia
ngejelekin aku di depan pacarnya. Meskipun terkadang aku bilang dia buaya darat
atau apalah tapi aku juga masih memujinya karena kepandaiannya. Dan sedangkan
dia.
*****
Jujur saja. Bara Chandrawinata.
Seorang adek kelas yang mebuatku terpesona karena kepandaiannya. Membuatku
nyaman dengan sikapnya. Dan juga membuatku terpuruk. Belum pernah kurasakan
jantung berdebar hebat hanya karena pria. Meskipun sebelumnya aku sudah pernah
menyukai seseorang. Tapi Bara Chandrawinata-lah cinta pertamaku. Dia adalah
mawar hitamku.
Yah, mawar hitam. Menurutku mawar
hitam adalah sebuah kenangan indah namun jika diingat dengan kenyataan yang
sekarang sakit rasanya. Dia mawar hitamku. Sejak perginya dia mampu membuatku
mati rasa. Dan tak lagi dapat merasakan cinta. Tak dapat lagi merasakan getaran
saat suka. Yang membuatku sekarang memainkan perasaan pria.
Bara Chandrawinata. Cinta pertamaku.
Mawar Hitamku. Kuharap kau bahagia bersama kekasihmu. Meski kuingin bersamamu.
Tapi mungkin lebih baik kita berpisah.
Angin malam bertiup dengan tenang.
Bintang kembali bersinar terang. Dan rembulan juga mulai menampakkan wajahnya
kembali. Hingga tertutup rapat mataku untuk selamanya. Selamat tinggal mawar
hitamku…Semoga kau bahagia dengan kekasihmu…
Komentar
Posting Komentar